Jakarta, CNBC Indonesia – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan upaya meningkatkan produksi minyak dan gas nasional belum mendapatkan hasil yang optimal. Hal ini disebabkan oleh berbagai kendala termasuk pandemi Covid-19.

Faktor lainnya seperti reliability fasilitas produksi yang tidak optimal karena sudah tua sehingga sering terjadi kebocoran, lalu keterlambatan membangun infrastruktur industri hulu migas dan sebagainya.

Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro menyampaikan seperti sektor bisnis lainnya, industri hulu migas sangat terdampak dengan adanya pandemi Covid-19.

Menurut Hudi, tidak hanya operasional hulu migas yang tidak optimal karena adanya pembatasan-pembatasan mobilitas, investasi hulu migas saat pandemi juga menurun. Sehingga terjadi GAP yang cukup signifikan dengan target investasi pada program long term plan (LTP) yang telah disusun.

“Industri hulu migas memiliki cycle yang panjang sekitar 7 tahun sejak ditemukannya lapangan migas hingga dapat diproduksi. Ketika terjadi pandemi, dan investasi menurun tentu cycle akan bertambah panjang. Meski pandemi Covid-19 sudah berakhir, dampaknya terhadap kinerja dan operasional hulu migas masih dirasakan,” ujar Hudi dikutip Jumat (26/4/2024).

Hudi menambahkan beberapa lapangan yang menjadi kontributor produksi cukup signifikan memiliki fasilitas yang sudah tua. Semisal, fasilitas di PHE ONWJ yang sudah ada sejak tahun 1966 dan terus digunakan hingga saat ini, atau sudah berusia sekitar 58 tahun.

Untuk itu, SKK Migas dan KKKS melakukan upaya terbaik agar fasilitas yang sudah tua tersebut dapat beroperasi secara maksimal.

“Sekarang ini, untuk lapangan dengan fasilitas yang sudah tua, bicaranya tidak lagi kemampuan produksi maupun apakah produksinya bisa ditingkatkan, tetapi bagaimana menjaga agar tidak terjadi unplanned shutdown karena jika terjadi kebocoran dampaknya adalah produksi di lapangan tersebut akan dihentikan, akibatnya produksi dan lifting menjadi turun,” katanya.

Sementara, terkait langkah-langkah yang telah dilakukan oleh SKK Migas untuk menekan decline rate dan mengoptimalkan produksi migas nasional, Hudi menyampaikan bahwa SKK Migas dan KKKS terus meningkatkan kegiatan workover, well service, juga pemboran sumur pengembangan.

Hudi menyampaikan bahwa kegiatan tersebut terus meningkat dalam jumlah yang signifikan. Untuk kegiatan workover jika tahun 2021 terdapat 566 sumur, maka di tahun 2023 meningkat menjadi 834 sumur atau naik sekitar 47,3%.

Begitu juga dengan kegiatan well service yang di tahun 2021 sebanyak 22.790 kegiatan, maka di tahun 2023 mencapai 33.412 atau naik 46,6% dalam waktu 3 tahun. Dia menambahkan untuk tahun 2024 workover ditargetkan 905 sumur dan well service 35.690 kegiatan.

Adapun, upaya untuk menjaga produksi tetap optimal dilakukan pula dengan meningkatkan pengeboran sumur pengembangan. Jika tahun 2021 realisasi pengeboran sumur pengembangan sebanyak 480 sumur, maka dalam 3 tahun di tahun 2023 meningkat menjadi 799 sumur atau naik 66,5%.

Hudi mengatakan kerja keras SKK Migas dan KKKS, terlihat dari tren produksi minyak dan gas yang mulai membaik, yang ditandai dengan decline rate di tahun 2023 hanya 1,1% dibandingkan laju decline rate dari tahun 2016 hingga 2022 yang rata-rata sekitar 5%. Bahkan untuk gas, di tahun 2023 sudah terjadi incline rate sebesar 2,1%.

“Realisasi produksi bulan April 2024 sudah menunjukkan tren peningkatan di angka 581 ribu barel. Kami mengharapkan dukungan para pemangku kepentingan yang terkait, agar seluruh program seperti reaktivasi sumur, pemboran, well service dan lainnya bisa dilaksanakan semuanya, sehingga tren produksi yang naik lagi bisa dipertahankan hingga di akhir tahun ini produksi minyak lebih tinggi lagi dari saat ini”, terang dia.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Produksi Minyak RI Masih Melempem, di Bawah 600.000 Barel!


(ven)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *