Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah saat ini tengah mendorong program transisi energi dari penggunaan energi yang dinilai kotor yakni batu bara menjadi sumber energi bersih berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT).
Salah satu cara RI untuk menjalankan program transisi energi yaitu dengan mengurangi pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
Bahkan, beberapa negara maju yang diinisiasi Amerika Serikat (AS) dan Jepang mendukung program transisi energi di Indonesia melalui program Just Energy Transition Partnership (JETP).
Negara maju tersebut berkomitmen untuk membiayai RI hingga US$ 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun, asalkan Indonesia meninggalkan penggunaan batu bara.
Lantas, energi apa yang nantinya bisa menggantikan ‘tulang punggung’ sumber energi dalam negeri tersebut?
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki sumber energi baru terbarukan yang bisa diandalkan untuk menggantikan PLTU batu bara tersebut.
Direktur Keuangan PGEO Yurizki Rio mengungkapkan bahwa sumber energi bersih yang bisa diandalkan untuk menggantikan PLTU batu bara yaitu panas bumi.
Dia menyebut, Indonesia menyimpan potensi sumber energi panas bumi sebesar 24 Giga Watt (GW) atau setara 40% dari total potensi panas bumi di dunia.
“Dan kalau kita lihat actually Indonesia itu reserve-nya mencapai 24 GW. Which is ini merepresentasikan sekitar 40% dari total reserve yang ada di dunia ini. Ya sangat besar gitu kan,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, Selasa (23/4/2024).
Dia menilai, nantinya energi panas bumi yang ada di Indonesia bahkan bisa menjadi sumber energi bersih untuk mendorong program transisi energi di Indonesia.
Panas bumi dinilai bisa diandalkan di tengah rencana Indonesia untuk meninggalkan sumber energi kotor batu bara melalui ‘suntik mati’ PLTU batu bara dalam negeri.
“Sebenarnya panas bumi itu coexisting dengan coal fired power plant yang udah ada di Jawa dan ada di Sumatera. Sehingga pada saat mereka melakukan coal phasing out atau transisi dari coal menuju panas bumi at least panas bumi itu udah presence di situ,” jelasnya.
Dia menjelaskan, panas bumi memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh sumber energi baru terbarukan lainnya, terutama dari sisi keandalan dan kestabilan produksi.
“Panas bumi ini sebagai clean renewable resources yang memang mempunyai keunggulan seperti dia bisa produce listrik yang stabil around the clock supply of carbon free electricity. Jadi saya sangat yakin bahwa dengan karakteristik base load tersebut itu bisa menjadi tulang punggung transisi energi nasional sih nanti ke depan,” ungkapnya.
Selain itu, dia mengatakan bahwa sumber panas bumi di Indonesia tersebar di berbagai wilayah seperti di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi.
Hal ini juga masih sejalan dengan pusat permintaan listrik rata-rata berada di Jawa dan Sumatera.
Namun memang, dia mengatakan bahwa pengembangan panas bumi tidak bisa dilakukan secara instan. Bahkan, perlu waktu hingga 8-10 tahun untuk proyek panas bumi bisa menghasilkan energi melalui Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
“To some extent bahkan ada yang sampai 10 tahun gitu kan. Nah menurut kami ya ini something yang perlu kita edukasi juga ke market, ke semua stakeholders gitu kan. Dan kita sadar juga transisi energi itu kan memang idealnya kita ingin berjalan dengan cepat gitu kan. Tapi dengan satu dan lain hal itu kan memang belum bisa berjalan dengan cepat,” jelasnya.
Berdasarkan data Pertamina dan ThinkGeoEnergy yang diolah tim CNBC Indonesia Research, Indonesia masih merupakan negara terdepan dalam hal pemanfaatan geothermal, dengan kapasitas tinggi, instalasi yang terbesar, dan utilisasi yang cukup baik.
Namun, Indonesia baru memanfaatkan sebesar 10% atau sebesar 2,4 GW dari total potensi panas bumi yang ada di dalam negeri sebesar 24 GW.
Artikel Selanjutnya
Resmi Dibangun, Ini Penampakan PLTP Lumut Balai 2 Milik PGE
(wia)