Jakarta, CNBC Indonesia – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menilai sulit untuk membuktikan surat suara Pilpres 2024 yang sudah tercoblos di luar negeri secara terstruktur, sistematis, dan masif. Sehingga MK melihat dalil pemohon Anies-Muhaimin mengenai kecurangan itu tidak beralasan menurut hukum.

Hakim MK Saldi Isra mengatakan, pemohon mendalilkan terdapat 23.000 surat suara yang dikirim via pos sudah tercoblos, dan terdapat 82.000 yang tidak jelas untuk mengirimkan surat suara di Kuala Lumpur, Malaysia. Namun, menurut MK, pemohon tidak mampu membuktikan adanya perpindahan suara.

“Menurut pihak terkait dalil-dalil a quo tidak benar dan tidak terbukti kebenarannya, seandainya pun benar quod non, tidak terbukti ada kaitannya dengan signifikansi perolehan suara yang diperoleh pasangan calon nomor urut 2 terlebih lagi semua hal tersebut tidak dapat dibuktikan terjadi secara terstruktur sistematis dan masif,” kata Saldi Isra, dalam sidang putusan di gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).

MK juga telah melihat alat bukti terhadap dalil pemohon mengenai 23.000 surat suara yang sudah tercoblos dikirim via pos di Kuala Lumpur berupa artikel di media pnline. Terhadap bukti tersebut menurut Saldi, mengungkapkan sulit bagi MK menilai persoalan yang didalilkan pemohon a quo.

Selain itu, MK memeriksa jawaban dan bukti termohon serta keterangan pihak terakait. Diungkapkan Panwaslu Luar Negeri Kuala Lumpur telah memeriksa surat suara yang sudah tercoblos itu tidak sesuai prosedur dan dilakukan oleh seseorang yang tidak diketahui identitasnya.

Sehingga Panwaslu KL mengeluarkan rekomendasi pada Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur untuk tidak menghitung hasil pemungutan suara dengan metode pos di seluruh wilayah Kuala Lumpur. Selain itu Bawaslu juga membuat rekomendasi terkait hal serupa berdasarkan Nomor 293/PP/00.00/K1/03/2024 kepada KPU.

Sehingga berdasarkan kronologi dan fakta itu, MK melihat persoalan yang didalilkan pemohon mengenai surat suara yang tercoblos di Kuala Lumpur telah diselesaikan oleh Bawaslu dan KPU. Dengan adanya proses pemutakhiran data pemilih sesuai ketentuan perundang-undangan.

Selain itu pelanggaran pidana pemilu berupa penambahan dan pengurangan DPT sudah ditindaklanjuti dan pelaku telah dijatuhi hukuman, melalui putusan No 185/pid.sus/2024/PN/Jkt.Pst.

“Oleh karena itu Mahkamah melihat dalil pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum,” kata Saldi.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Janji Hakim MK Ridwan Mansyur: Kembalikan Kehormatan Mahkamah


(miq/miq)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *