Jakarta, CNBC Indonesia – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan dukungan atau endorsement dari Presiden Jokowi terhadap pasangan 02 memang tidak melanggar hukum. Namun, tindakan presiden itu bisa dianggap bermasalah secara etik.
“Bahwa dari sisi hukum positif mengenai pemilu, saat ini, pola ‘komunikasi pemasaran’ juru kampanye yang melekatkan citra dirinya kepada kandidat/paslon tertentu, bukanlah tindakan yang melanggar hukum,” kata Hakim MK Ridwan Mansyur saat sidang pembacaan putusan PHPU Pilpres 2024, Senin, (22/4/2024).
Ridwan mengatakan pelekatan diri sebagai teknik komunikasi berpotensi bermasalah ketika dilakukan oleh seorang presiden. Sebab, presiden adalah wakil dari negara yang seharusnya bertindak netral.
“Endorsement atau pelekatan citra diri demikian, sebagai bagian dari teknik komunikasi persuasif, potensial menjadi masalah etika manakala dilakukan oleh seorang presiden yang notabene dirinya mewakili entitas negara, di mana seharusnya presiden bersangkutan berpikir, bersikap, dan bertindak netral,” katanya.
Ridwan mengatakan MK berpendapat Presiden incumbent seharusnya bisa menahan dan membatasi diri. Dia mengatakan Presiden seharusnya menghindari dirinya diasosiasikan oleh masyarakat kepada pasangan calon tertentu yang akan menggantikannya.
“Bahwa menurut mahkamah, mutlak diperlukan kerelaan presiden petahana untuk menahan/membatasi diri dari penampilan di muka umum yang dapat diasosiasikan/dipersepsikan oleh masyarakat sebagai dukungan bagi salah satu kandidat atau paslon dalam pemilu,” kata dia.
Ridwan mengatakan kerelaan petahana untuk tidak melakukan endorsement bukan hanya untuk level presiden, namun juga untuk level pemilihan kepala daerah. Dia mengatakan hal tersebut harus dilakukan agar kualitas demokrasi Indonesia meningkat.
“Kesediaan/kerelaan presiden yang demikian, serta kerelaan para petahana di level masing-masing yang menghadapi kemiripan situasi dengan kondisi pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024 ini merupakan faktor utama bagi terjaganya setya meningkatnya kualitas demokrasi Indonesia,” kata dia.
Ridwan mengatakan perihal kerelaan ini merupakan ranah moralitas, etis dan fatsun. Sehingga tidak bisa dikenakan sanksi hukum. Dia bilang larangan presiden melakukan endorsement bisa saja dibuat menjadi norma hukum.
“Ketidakrelaan, tentunya tidak dapat dikenakan sanksi hukum kecuali apabila wilayah kerelaan demikian telah terlebih dahulu dikonstruksikan sebagai norma hukum larangan oleh pembentuk undang-undang,” kata dia.
Artikel Selanjutnya
Janji Hakim MK Ridwan Mansyur: Kembalikan Kehormatan Mahkamah
(haa/haa)