Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS konsisten tertekan di kisaran Rp 16.200/US$. Melemahnya rupiah ini bakal berdampak pada industri manufaktur, utamanya sektor elektronik, yakni kenaikan harga produk akhir seperti laptop sampai AC.
“Kenaikan dolar AS ini pengaruh ke manufaktur, utamanya yang masih bergantung pada bahan baku impor, harga-harga akan naik kan karena ini. Manufaktur kita masih banyak yang impor bahan baku, jadi bisa pada naik harganya, kaya itu AC sama Laptop,” kata Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sarman Simanjorang kepada CNBC Indonesia, Senin (22/4/2024).
Kenaikan harga barang tersebut disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku utamanya yang berasal dari impor. Karena itu pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah bakal berpengaruh pada kemampuan dunia usaha utamanya yang bertransaksi menggunakan dolar AS.
“Pengusaha kita yang punya kewajiban dalam bentuk dolar AS, kita mendorong pemerintah melakukan langkah agar tidak membuat ini berkepanjangan,” kata Sarman.
Pemerintah perlu melakukan langkah ekstra karena situasi geopolitik di dunia juga sedang dalam kondisi tidak baik, utamanya setelah eskalasi gejolak antara Israel dan Iran. Sarman menilai pelemahan rupiah juga disebabkan oleh konflik kedua negara tersebut.
“Yang paling terasa di nilai pelemahan tukar rupiah, kami harap pelemahannya ngga lama, jadi bisa diintervensi pemerintah, BI, supaya nilai Rupiah ini sesuai dengan target yang ada di APBN kita,” kata Sarman.
Melansir data Refinitiv, pada pembukaan pasar hari ini, mata uang garuda menuju posisi Rp16.200/US$. Lalu, pada penutupan hari ini, rupiah berhasil memangkas pelemahan dengan 0,12% ke angka Rp16.230/US$ pada hari ini (22/4/2024). Posisi ini berbanding terbalik dengan penutupan perdagangan kemarin (19/4/2024) yang ditutup di level Rp16.250 per dolar AS.
Artikel Selanjutnya
Video : Mendag Batalkan Revisi Aturan Pelancong Bawa Hp Hingga Laptop
(dce)